Senin, 01 Februari 2021

KEJUJURAN


Ada dia disana, berdiri memandang lautan luas, menikmati ombak yang berkejar-kejaran layaknya anak kecil yang sedang bermain. Ombak yang tidak pernah lelah, takkan berhenti memberikan suara indah, suara deburannya bagai nyanyian sang pujangga. Luasnya lautan bagaikan hamparan lazuardi yang memanjakan mata akan keindahan tiada banding, bak lukisan dari tangan sang maestro. Dia tidak bergeming, berdiri tegak lurus memandang jauh ke ujung sana tenggelam dengan dirinya sendiri, satu hal yang pasti dia tak akan terjangkau. Ingin kurengkuh tubuh ringkihnya, bersandar dibahuku, memberikan kenyamanan dan ketenangan yang dicarinya. Sudah tiga jam dia berada disana, sudah saatnya menyadarkannya bawa ada aku disini, menyampaikan padanya bahwa dia tidak sendiri. 

Aku melangkah mendekatinya, kakiku bagaikan dirantai, berat untuk melangkah, satu langkah saja harus menggunakan setengah kalori kekuatanku, tapi ini mesti dilakukan karena aku tidak ingin dia larut dalam kesendiriannya. aku menyadari bahwa ada kesalahan berat yang aku lakukan yang sangat menyakitinya. segunung permintaan maaf yang ingin kusampaikan tidak akan mengobati luka di hatinya. luka yang menganga tanpa kusadari melukai begitu dalam. 

Dalam melangkah, pikiranku berlarian ke masa lalu yang telah kami lalui, masa-masa indah, kebersamaan bagaikan tidak akan pernah tercerai. dimana ada dia pasti ada diriku. Merancang masa depan dan membangun istana impian bersama. saling bahu membahu untuk saling melengkapi kekurangan yang ada pada diri masing-masing hingga keberhasilan itu bisa diraih. 20 tahun kebersamaan bukanlah seumur jagung tetapi usia matang dalam memahami kelemahan dan kelebihan masing-masing. Istana megah yang dibangun dengan keringat peluh dan air mata  berdiri megah menunjukkan kesuksesan dari sang pemiliknya. Istana itu kini hanya lah sebuah simbol dari sebuah kecongkakan, keserakahan, ketamakan yang hanya meninggalkan luka menganga.

Peristiwa itu menenggelamkan kebaikan yang ada di dalam diri, hilangnya kepercayaan antar sesama, membuat rasa dihati hanya menjadi serpihan kecil hingga tiada bersisa. bersujudpun aku di kakinya hal itu tidak akan bisa menebus apa yang telah aku lakukan padanya. Perbuatan yang aku lakukan tidak akan ada yang percaya, tidak masuk diakal apalagi oleh seorang yang kenal dengan diriku. Aku yang notabene selama ini merupakan sosok yang patut untuk dicontoh, diikuti dan menjadi tempat mengadu kala mereka memiliki masalah. Kabar itu bagaikan petir di siang bolong.

Waktu untuk menyadarkannya, mari kembali bersama. Aku menepuk pundaknya setelah aku mencapainya dengan susah payah. Dia tetap diam, seakan tahu siapa yang berada di belakangnya. Kukuatkan diri ini untuk melangkah ke hadapannya dan memegang tangannya. Aku akan terima apa yang akan dilakukannya pada diriku, mendorongku hingga jatuh ke dalamnya lautan atau memukul diriku dengan keras, semuanya akan aku terima. Sungguh takjub diriku, yang kulihat adalah wajah yang bersinar terang penuh senyuman, tiada amarah. aku terjengit, indah senyuman, semburat merah yang muncul di pipi, menambah keindahan pahatan yang maha kuasa. Kehangatannya menular kepada diriku, kurasakan genggaman yang kuat di tanganku. kuraih dia ke dalam pelukanku. 

Biarkanlah degupan jantung yang menghantarkan reaksi, biarkanlah napas bersatu saling mengimbangi, biarkanlah tangan yang saling memeluk mengembalikan letupan-letupan rasa, biarkanlah hidung saling mencium bau khas yang hampir terlupa, biarkanlah suhu tubuh yang saling menyamakan, biarkanlah hati saling mengisi kembali, mengembalikan semua. Jangan biarkan menghilang, hancur, tiada berbekas, kembalilah. 

"Akan kutebus semua yang telah aku lakukan, jangan palingkan dirimu dari diriku, kutebus semua yang telah yang aku lakukan, aku mohon." bisikku di telinganya.

dia melepaskan pelukannya. aku merasa kosong, hampa. dia melangkah ke tepi karang.  

"Pengkhianatanmu menghantarkan kehancuran untuk dirimu sendiri, kumaafkan atas semua yang telah kamu lakukan, tetapi sayang, aku bukanlah seorang malaikat, aku manusia biasa, biarkan aku pergi, biarkan aku menyusun puzzle yang telah terserak, impian indah yang telah kurajut bersamamu telah tercabik dengan sendirinya. walaupun sekarang masa depanku adalah sebuah misteri, tapi biarlah, kuyakini di ujung sana aku pasti akan bisa kembali merangkai impianku." walau pelan aku mendengar jelas apa yang diucapkannya. 

Dia berbalik dan memandangku dengan wajah indahnya, wajah yang sekarang aku lihat bagaikan seorang bidadari. aku terpana. Dia menjulurkan tangannya. 

"Aku harap kamu menghargai keputusanku, jangan mencariku, jangan menemukan diriku, biarkan aku menghilang dari kehidupanmu, mulai dari sini, mari kita saling tidak mengenal." Bagai terhipnotis memandang senyuman indahnya aku menyambut uluran tangannya. 

Kugenggam erat tangannya, kupandangi wajahnya, berusaha ku membaca wajahnya, aku berharap ada keraguan disana, tetapi yang aku peroleh hanyalah seorang yang punya keinginan yang kuat, yang tidak akan tergoyahkan lagi. Airmata yang dari tadi aku tahan akhirnya jatuh pelan dipipi. Inilah pertama kali dalam hidupku, aku menangis. Kubayangkan berapa banyak aku akan kehilangan. Aku tidak akan sanggup menjalani masa depan yang kelam tanpa dia dalam duniaku. 

Kurengkuh kembali tubuhnya ke dalam pelukanku. kurasakan keterkejutannya, tapi tak kuindahkan. Aku menangis bagai anak kecil di pundaknya. aku berharap, akan peroleh kembali kelembutannya. tetapi yang kurasakan, dingin yang merayapi, membekukan diriku. Aku tahu kesempatan itu telah hilang. Kurasakan dorongan lembutnya, dengan berat hati kuurai pelukan itu. Dia melangkah ke samping dan meninggalkanku dengan tangisan yang semakin menyesakkan dada. 

Bidadari yang selama ini berada di sampingku, tidak pernah mengeluh, tidak pernah meminta, tidak pernah menyakiti walau hanya seekor semut. Dia meninggalkanku tanpa amarah tetapi dengan senyuman. Hatiku yang keras bagai batu pecah menjadi kerikil-kerikil kecil yang meninggalkan sebuah penyesalan. Kejujuran yang selalu dia inginkan tidak bisa kupenuhi, pengkhianatan yang aku lakukan melukai dia begitu banyak. Teriakanku tidak menghentikan langkahnya apalagi berpaling ke belakang, aku berteriak sekencangnya, hanya kelelahan yang kurasakan, lahir dan bathin.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Seiring seringnya terdengar sebuah kalimat dari sebuah komunitas yaitu sharing and growing together, berbagi dan berkembang bersama dalam me...